SNIPER86.COM, Tubaba - Suasana ruang rapat Komisi I DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat terasa begitu tegang sekaligus mengharukan pada Rabu siang itu.
Harapan puluhan bahkan ratusan insan pers yang selama ini menggantungkan nasibnya dari kerja sama publikasi, seakan diuji oleh alur birokrasi yang berliku dan pembagian anggaran yang belum sepenuhnya merata.
Rapat dengar pendapat (hearing) antara Komisi I DPRD Tubaba bersama Dinas Kominfo membahas transparansi penggunaan anggaran publikasi tahun 2025 dan tahun sebelumnya.
Dalam forum tersebut, PLT Kepala Dinas Kominfo, Fajril Hikmah, S.H., M.H., beserta jajaran menyampaikan bahwa tercatat sebanyak 216 media telah menerima order anggaran publikasi. Namun, fakta ini justru menimbulkan dilema baru. Sebab, dari total jumlah media yang terdaftar, masih banyak yang belum tersentuh, menanti kepastian yang tak kunjung tiba.
Hearing dipimpin langsung Ketua Komisi I Yantoni bersama Sekretaris Idris Hadi serta anggota lainnya. Mereka menuntut kejelasan secara kredensial, dasar hukum, hingga mekanisme pembagian dana publikasi yang selama ini menjadi keluhan para awak media.
“Secara teknis dan aturan memang tidak ada yang dilanggar. Semua sudah dilaporkan dengan transparan. Namun kedepan, kami berharap ada aturan yang bisa lebih dijadikan acuan, khususnya yang bersinggungan dengan BPKP agar pelaksanaan tahun berikutnya bisa lebih terarah,” jelas Fajril. Rabu (24/9/2025).
Ia menambahkan, anggaran publikasi 2025 memang dijalankan dalam dua tahap. Tahap pertama telah mencairkan dana kepada 216 media, sementara tahap kedua baru akan dilaksanakan sekitar pertengahan Oktober 2025. Ironisnya, kepastian jumlah penerima pada tahap kedua pun masih menjadi tanda tanya.
Dari data yang disampaikan, total media yang terdaftar pada 2024 berjumlah 311. Namun pada 2025, yang baru menerima belanja publikasi hanya 216 media. Artinya, puluhan media lain harus bersabar menunggu sisa dana sekitar Rp 360 juta yang belum tersalurkan.
“Macetnya bukan di kami, tetapi menunggu SPD dari BPKAD. Tahap pertama memang sudah selesai, sedangkan tahap kedua masuk di triwulan keempat. Kami hanya menjalankan sesuai mekanisme yang ada,” tambah Fajril berusaha menenangkan gejolak yang muncul.
Namun, suara lirih kekecewaan tetap terdengar di antara para perwakilan media yang hadir. Ada perasaan timpang, seolah hujan anggaran tidak jatuh merata. Ada yang sudah merasakan basahnya keberuntungan, tetapi ada pula yang masih menadah tangan di bawah langit birokrasi, berharap rezeki tidak hanya berhenti pada sebagian pihak.
“Ya, kami sedikit kecewa. Kenapa realisasinya terasa lambat dan tidak merata? Padahal semua berharap dapat bagian yang adil dari anggaran yang sudah ditetapkan bersama,” ungkap salah satu wartawan yang hadir dalam forum tersebut.
Ketua Komisi I DPRD Tubaba, Yantoni, menegaskan pihaknya akan terus mengawal aspirasi rekan-rekan media. Meski secara administrasi laporan Kominfo dianggap telah selesai, namun rasa keadilan tetap menjadi hal yang harus diperjuangkan.
Sisa anggaran yang sempat disebut Rp 500 juta, kemudian bergeser menjadi Rp 360 juta, menambah keruh suasana hearing. Pertanyaan demi pertanyaan muncul, menuntut audit dan penjelasan lebih detail agar tidak menimbulkan dugaan yang semakin liar di tengah masyarakat.
“Kalau soal audit, itu bukan ranah kami. Namun DPRD akan terus mendorong agar semua proses transparan dan tidak menimbulkan polemik berkepanjangan,” tegas Yantoni.
Hearing hari itu akhirnya menyisakan rasa pilu. Para jurnalis yang hadir harus kembali dengan hati gundah. Mereka paham anggaran publikasi hanyalah angka yang harus dibagi dalam sistem yang ketat. Namun di balik angka-angka itu, ada kehidupan, ada keluarga yang bergantung, ada pengabdian profesi yang sering kali terlupakan.
Harapan kini tertunda. Semua menunggu pertengahan Oktober, berharap tahap kedua benar-benar membawa keadilan. Sebab bagi insan pers Tubaba, setiap rupiah anggaran bukan sekadar nominal, melainkan nafas perjuangan untuk tetap bisa bertahan di tengah derasnya arus informasi dan kebutuhan hidup yang tak pernah menunggu.
Terpisah salah satu perwakilan aksi damai yang merupakan korlap merasa kecewa atas kegiatan hearing yang berlangsung di ruang komisi 1. Menurutnya meski sudah di lakukan Hearing dan permintaan data realisasi anggaran Dinas Kominfo tahun anggaran 2025 oleh DPRD Tubaba, namun hal itu tetap menjadi kekecewaan baginya.
Menurutnya, data yang di berikan oleh Dinas Kominfo Tubaba nampak terlihat masih ada perilaku akal-akalan yang di nilai tidak transparan. Mengapa tidak, data yang diberikan oleh Dinas Kominfo Tubaba tidak terperinci.
"Kalau data media 216 ini saja yang diberikan seperti nya masih ada kucing kucingan , karena data yang diberikan Kominfo hanya nama PT perusahaan dan nama media, seharusnya nama media, nama penerima dan nilai yang diberikan kepada masing-masing media tersebut, itu yang baru di katakan data akurat realisasi nya, " kata Rico Rivaldi.
Rico menegaskan dengan adanya Hearing tersebut nampaknya DPRD hanya diberikan data mentah yang memang realisasi nya tidak di jelaskan.
"Kalau kecewa kami sangat kecewa, seharusnya DPRD Tubaba bisa tegas meminta detail penggunaan anggaran itu, jadi secara transparan, yang kita protes ini persoalan hujan tidak merata kok," ucapnya.
Dirinya meminta keseriusan DPRD kabupaten Tubaba menanggapi polemik ini, jangan di anggap persoalan biasa yang dianggap remeh. Mengingat pada kegiatan hearing tersebut DPRD kabupaten Tubaba tidak mengundang eks Kadis Kominfo Tubaba Erik Budi Santoso atau sering di sapa ebek.
"Pertanyaan besar ini kok yang bertanggungjawab dalam hal ini tidak di undang mantan kadisnya, jadi kekecewaan kami ini jangan sampai memicu untuk gelar aksi damai jilid kedua," tegasnya.*(Juli)