SNIPER86.COM, Medan - Polemik dugaan malpraktik di Klinik Kecantikan Lulu, Jalan Alfalah, Medan, terus bergulir dan memunculkan gelombang desakan publik terhadap Komisi II DPRD Kota Medan.
Setelah Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan, Modesta Marpaung enggan memberikan tanggapan resmi, kini perhatian publik tertuju pada Ketua Komisi II DPRD Kota Medan, yang didesak segera menjelaskan langkah nyata lembaganya dalam menindaklanjuti kasus tersebut.
Kasus yang menimpa Jesica Feally Pardede, korban dugaan malpraktik di Klinik Kecantikan Lulu, memicu kemarahan masyarakat setelah terungkap bahwa klinik kecantikan itu beroperasi tanpa izin resmi dan menggunakan tenaga non-medis.
Korban dilaporkan mengalami luka serius di wajah serta trauma psikologis mendalam akibat tindakan yang dilakukan oleh oknum di klinik tersebut.
Rekomendasi Sudah Dikeluarkan, Tapi Klinik Masih Beroperasi
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Medan pada 23 September 2025, telah disepakati bahwa operasional Klinik Luluh harus dihentikan sementara sampai seluruh perizinan dan dugaan pelanggaran hukum diselesaikan.
Namun, hingga kini, Klinik Kecantikan Lulu masih beroperasi, dan belum terlihat langkah konkret dari pihak DPRD maupun Dinas Kesehatan Kota Medan untuk menegakkan hasil rekomendasi tersebut.
"Kalau rekomendasi sudah ada tapi tidak dijalankan, maka fungsi pengawasan DPRD patut dipertanyakan. Jangan sampai DPRD hanya sibuk rapat, tapi tidak memastikan keputusan dijalankan," tegas Ketua PD IMPAS Sumut, M. Rapa Senin (29/9/2025).
Menurutnya, sikap diam Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Medan justru menimbulkan kecurigaan publik terhadap keseriusan lembaga legislatif tersebut dalam memperjuangkan keadilan bagi korban.
Desakan kini mengarah langsung kepada Ketua Komisi II DPRD Kota Medan agar memberikan penjelasan terbuka terkait hasil RDP dan tindak lanjut yang sudah dilakukan terhadap Klinik Luluh.
Masyarakat menilai, Ketua Komisi sebagai pimpinan rapat memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan hasil rekomendasi dijalankan oleh pihak terkait.
"Jangan diam ketika korban menjerit. Ketua Komisi II harus tampil menjelaskan apa hasil RDP, siapa yang dilindungi, dan kenapa sampai hari ini klinik masih beroperasi," kata seorang aktivis mahasiswa di Medan.
IMPAS Sumut juga menyatakan, bahwa jika DPRD tetap pasif, mereka akan membawa isu ini ke ranah publik melalui aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Kantor DPRD Medan dan Kantor Walikota Medan.
Ikatan Mahasiswa Peduli Keadilan Sosial (IMPAS) Sumatera Utara menilai DPRD Medan tidak boleh hanya menjadi penonton dalam kasus ini. Menurut mereka, Komisi II seharusnya menjadi motor penggerak pengawasan dan memastikan seluruh pihak bertanggung jawab atas dugaan malpraktik tersebut.
"Ketua Komisi II jangan diam, jangan sembunyi di balik meja rapat. Kami ingin DPRD hadir di tengah rakyat, bukan hanya dalam ruang sidang," tegas juru bicara IMPAS Sumut.
Mahasiswa juga menuding, bahwa lambannya sikap DPRD dan Dinas Kesehatan menunjukkan adanya indikasi pembiaran sistematis terhadap praktik ilegal di sektor kesehatan di Kota Medan.
IMPAS menegaskan, mereka akan terus menekan DPRD dan pemerintah agar segera menutup Klinik Kecantikan Lulu dan menyeret pemiliknya ke ranah hukum.
Kasus ini menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif daerah, yang dianggap terlalu pasif menghadapi pelanggaran serius di bidang kesehatan.
Banyak warga menilai bahwa DPRD Medan gagal menunjukkan keberpihakan kepada rakyat kecil yang menjadi korban praktik ilegal.
Kalau DPRD tidak mampu menegakkan rekomendasinya sendiri, untuk apa ada rapat dengar pendapat?. Masyarakat tidak butuh janji, tapi tindakan," ujar seorang warga Medan.
Hingga berita ini diterbitkan, Ketua Komisi II DPRD Kota Medan belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan rekomendasi dan upaya penegakan hukum atas kasus Klinik Kecantikan Lulu.*(Tim)